Beban Angin dan Problemnya Pada Bangunan Tinggi

Posted on Updated on

City Above a Cloud

The Cities Above the Clouds – Pemandangan dari Penthouse Lantai 88 di Gedung the Princess Tower di Dubai – Photo oleh Ben Mack / Insider

Semakin tinggi bangunan, akan semakin sensitif terhadap beban angin. Problem beban angin ini bisa dalam:

  1. Ultimate limit state, yaitu pengaruhnya terhadap kekuatan struktur bangunan. Karena behaviour dari beban angin yang umumnya besar di overtuning momen, beban angin ini akan pengaruh besar ke pondasi, Mega Column (jika ada outrigger), dan corewall.
  2. Serviceability Deformation, diukur dari drift perlantai dan total deformasi yang berlebihan dibandingkan standard praktis. Nilainya limitnya tidak di-atur di ASCE, namun standard practice biasa di ambil H/500 – H/400 maksimum drift perlantai dan H/300 maksimum deformasi terhadap tinggi total. Refer Tabel 1 di bawah.
  3. Serviceability Top Acceleration, yaitu kecepatan pada lantai tertinggi. Jika kecepatannya terlalu besar, orang bisa pusing di lantai atas terlalu lama. Biasa limitnya diatur di standard ISO dan Canadian code.

Tabel 1. Internasional Standar untuk Deformation Serviceability
(sumber : Deflection Limits in Tall Buildings – Are they useful? by Rob Smith – ARUP)
Drift Standard

Selain itu, insinyur juga perlu paham mengenai beban angin apakah yang govern ?, apakah along wind atau across wind ?. Along wind (atau Drag Force) adalah beban angin sejajar dengan arah datangnya angin. Beban ini biasa didominasi gaya statik.

Sementara itu across wind (atau Wake force) adalah fenomena turbulence yang tercipta karena aliran angin terhalang Bluff Body, yaitu objek yang karena bentuknya, dapat memisahkan aliran dari angin (fluid). Flow yang terpecah ini menyebabkan turbulance berbentuk angin yang melingkar (wake) yang kemudian menendang Bluff Body tersebut tegak lurus terhadap arah angin (across wind). Karena sifat dari tendangan turbulence ini yang memiliki periode, yang mana besarnya nilai periode ini salah satunya bergantung pada kecepatan angin, hal ini menyebabkan pada kecepatan angin tertentu, periode tendangan dari wake dapat pas dengan periode getar struktur pada arah tersebut, yang menyebabkan resonansi. Fenomena Resonansi ini biasa disebut dengan Vortex Shedding.

Vortex Shedding juga bisa terjadi akibat turbulence yang disebabkan oleh interupsi aliran angin oleh bangunan sekitar (neighbourhood effect)

Gambar Animasi Flow Akibat Bluff Body, Terlihat Turbulance (Wake) akibat Flow Angin yang Terhalang
(sumber : http://195.113.26.195/~fukav1am/sqcyl.html

vort0vort45

Untuk negara kita di Indonesia, karena lokasinya di garis equator, kita dan beberapa negara tetangga (Malaysia, Brunei) memiliki nilai kecepatan angin yang tidak tinggi jika dibandingkan negara lainnya (US, Australia, Kanada, Hong-kong, dan China).

Karena itu umumnya beban angin along wind tidak menjadi problem yang sulit diselesaikan. Karena problemnya umumnya ada di Point 1 – Ultimate limit state dan Point 2 – Serviceability Deformation. Bangunan sudah termasuk sangat tinggi (lebih dari 250 m), maka ada fenomena Along Wind akan sangat pengaruh terhadap desain terutama akibat overtuning momen-nya.

Nah jika beban angin yang govern adalah Across wind, semua bisa jadi kacau. Ini karena resonansi yang terjadi men-amplify pengaruhnya beban angin untuk Point 1 sampai 3, terutama Point 3 – Serviceability Top Acceleration, yang problemnya seperti lingkaran setan (pengalaman pribadi penulis, nanti saya cerita).

Penanganan Pada Respon Struktur Akibat Beban Angin

Point 1 – Ultimate limit state

Beban angin akan govern di desain struktur bangunan tinggi akibat overturning momen-nya yang besar. Ini dikarenakan beban angin kurang meng-aktivasi frekuensi mode tinggi struktur, sementara beban gempa pada bangunan tinggi sangat dipengaruhi oleh frekuensi mode tinggi bangunan. Pengaruh dari frekuensi mode tinggi ini menyebabkan double curvature shape dari deformasi lateral, yang pada akhirnya membantu dalam hal overturning moment.

Desain bangunan as it

Untuk mendesain bangunan dengan beban angin ini, perlu dilihat overtuning moment akibat beban gempa dan beban angin, apakah beban angin offset signifikan terhadap beban gempa ?, jika iya maka solusi penanganan beban angin akan effektif, jika tidak maka solusinya adalah mendesain bangunan (as it) terhadap gaya tersebut. Ini karena tidak semua penanganan beban angin cocok untuk juga mereduksi beban gempa.

Namun perlu di catat bahwa desain terhadap beban (as it) ini mungkin bukan pilihan paling ekonomis. Pilihan lainnya yang bisa di lihat adalah :

Melakukan perubahan bentuk floor plan dan atau bentuk bangunan, sehingga lebih Aerodinamik

Solusi ini terlihat keren dan menarik, namun mungkin hanya terjadi pada la la land. Umumnya konsultan struktur dan konsultan spesialis beban angin di-libatkan di tengah – tengah yang mana konsep arsitek sudah cukup matang. Mengubah lagi hal yang kritis seperti floor plan atau bahkan bentuk bangunan adalah Nightmare untuk arsitek dan client. Ada beberapa Mega Proyek yang mana arsitek dan struktur dilibatkan sehingga menghasilkan struktur yang aerodynamis-nya, sampai ada istilah confuse the wind. Misal proyek Burj Dubai atau Kindom Tower, namun sekali lagi untuk saat ini, bisa involve di  proyek seperti itu hanya ada di la la land.

Tamura Shape Modification

Gambar di atas (sumber Tamura et al) menunjukkan pengaruh merubah “bentuk” bangunan terhadap bentuk bangunan konvensional square di tiap lantai. Untuk kasus 500 years return period (kecepatan angin kondisi desain ultimate) maka kita tertarik untuk respon overturning moment, dimana terlihat semua treatment menunjukkan penurunan overturning moment.

Memutar floor plan sehingga sisi yang kritis beban angin dapat disesuaikan dengan wind speed terendah

Karakteristik beban angin berbeda dengan beban gempa, yaitu nilai wind speed, yang besarnya kuadrat terhadap wind pressure, sangat bergantung pada arah bangunan. Baik itu akibat Faktor Global atau lokal (channeling effect atau shielding effect).

Anda bisa lihat dari record wind speed dari data Bandara Soetta di bawah. Wind speed pada arah EW lebih besar dibandingkan arah yang lain.

Wind Rose

Sekali lagi, solusi ini hanya ada di la la land. Client pasti mau tampak muka bangunan di tempat yang paling banyak terlihat (umumnya jalan utama), jadi kita gak bisa kasih input tampak bangunan mau menghadap kemana se-enak kita.

Memperkaku bangunan

Walaupun ini di dalam pikiran banyak insinyur sebagai solusi, percayalah ini bukan solusi. Memang benar, gaya dinamik beban angin berkurang dengan menurunnya periode getar (bukan kekakuan tapi periode), namun perlu dilihat komponen beban angin yang terjadi.

Komponen tersebut adalah beban statik dan dinamik (akibat turbulance dari approch wind) pada along wind, dan beban dinamik pada across wind. Jika beban didominasi oleh beban statik along wind, maka periode getar tidak banyak pengaruh terhadap beban yang terjadi. Jika didominasi kedua yang terakhir, maka nilai periode getar akan berpengaruh.

Tapi tunggu dulu, menambah stiffness dari bangunan umumnya kurang ekonomis karena hanya fungsi akar terhadap periode getar, penambahan stiffness juga dapat menyebabkan penambahan massa bangunan yang counter productive untuk beban gempa.

Penggunaan Damping

Ini mungkin solusi paling rasional dan ekonomis, namun dengan catatan – catatan tertentu. Salah satu catatan utamanya adalah hanya untuk mengurangi beban dinamik angin. Seperti penjelasan sebelumnya, jika beban angin didominasi oleh beban statik along wind, maka penggunaan damping tidak akan efektif.

Penggunaan damping device bisa menambah intrinsic damping dari 2% sampai 5%, tergantung banyak hal. Efektifitas damping contohnya dapat dilihat pada case Gama Tower Indonesia menggunakan TLCD di tabel bawah berikut. Overturning moment kondisi ultimate bisa berkurang sampai 20% nya. Seingat penulis dulu TLCD Gama Tower di desain untuk tambahan damping 2%.

Gama Tower
(Sumber : Rofail, Eddy, and Genner – Reduction of the Cross-wind Response of a Tall Building using Tuned Liquid Dampers for Economic Design of the Structure, 2012)

Point 2 – Serviceability Deformation

Untuk kasus serviceability deformation, semua penanganan yang dilakukan untuk point 1 – Ultimate limit state juga berlaku di Point 2 ini. Catatan tentang memperkaku bangunan, ini solusi yang lebih efektif pada kasus mengurangi deformasi dibandingkan point 1 yang lebih kepada target menurunkan beban.

Pada bangunan tinggi, limit H/400 untuk drift dan H/300 untuk deformasi top bangunan sebenarnya diperdebatkan. Limit pada drift sebenarnya sebagai batasan agar elemen nonstruktural seperti facade dan partisi tidak rusak dan berjatuhan, yang dapat menyebabkan masalah. Sementara limit deformasi total untuk menjaga elemen yang perlu vertikalitas struktur, contoh lift dan pipa MEP.

Namun hal ini diperdebatkan pada bangunan tinggi terutama untuk limit drift. Pada bangunan tinggi kontribusi dari shortening kolom menjadi besar pengaruhnya terhadap deformasi, sehingga yang dominan adalah panel berputar sebesar theta derajat. Hanya sedikit distorsi dari facade atau partisi (beta derajat). Sementara itu, kerusakan dari partisi dan facade pada bangunan tidak berhubungan dengan perputaran panel ini, namun lebih kepada distorsinya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut, dimana terlihat bahwa panel berputar sebesar theta derajat dominan pada bangunan tinggi, sementara distorsi sebesar beta derajat dominan pada bangunan rendah.

Panel deformasi

(sumber : Deflection Limits in Tall Buildings – Are they useful? by Rob Smith – ARUP)
Penjelasan Mengenai Rotasi Panel (Theta) dan Deformasi/Distorsi Panel (Beta). Rotasi Panel tidak berpengaruh terhadap kerusakan partisi atau facade, contohnya adalah Pisa Building.

Selain itu, juga jadi perdebatan bahwa sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan dengan membuat toleransi deformasi di sambungan facade (namun kemungkinan bocor-nya jadi lebih besar). Untuk partisi light weight juga tidak terlalu sensitif terhadap deformasi. Selain itu masalah vertikalitas struktur untuk lift dan Pipa vertikal MEP, bisa diselesaikan dengan treatment di oversize shaft (lubang vertikal dibesarkan) pada pelat.

Point 3 – Serviceability Top Acceleration

Ini topik yang bisa dibahas paling panjang, paling sulit, dan paling ribet. Pengalaman pribadi penulis bahkan pernah satu bangunan di cek sampai 3 kali oleh 3 wind consultant berbeda, hanya untuk mendapatkan konfirmasi masalah top acceleration ini.

Karena artikel ini sudah terlalu panjang, pembahasan akan dilakukan di next artikel…..

———————————-END———————————–

9 thoughts on “Beban Angin dan Problemnya Pada Bangunan Tinggi

    Aditya Zufar Gunawan said:
    04/17/2020 at 5:29 PM

    Selamat siang Pak Ryan, nama saya Aditya Zufar, mahasiswa tingkat akhir Teknik Geodesi dan Geomatika di ITB, Tugas Akhir saya berjudul High-Rise Building Monitoring untuk mengetahui bending pada bangunan akibat angin. Karena infrastructure engineering cukup baru saya kenal, apa bapak berkenan untuk membantu saya menjawab beberapa pertanyaan mengenai TA saya? terima kasih sebelumnya pak.

    Like

      Ryan Rakhmat Setiadi responded:
      04/17/2020 at 10:25 PM

      Pertanyaannya coba disampaikan di sini saja, biar yang lain bisa sama2 belajar juga. Jika bisa saya jawab maka akan saya jawab. cheers 🙂

      Like

        Aditya Zufar Gunawan said:
        04/18/2020 at 5:33 PM

        Baik pak, jadi sebetulnya TA saya lebih berfokus kepada monitoring bending yang diakibatkan angin saja menggunakan GNSS dan Tiltmeter, sehingga mengabaikan efek lainnya. Sebelum menentukan langkah monitoring yang tepat, tentunya saya harus tahu dasar-dasar beban angin pada bangunan tinggi, jadi mungkin mohon maaf apabila pertanyaannya terlalu mendasar karena saya betul-betul baru memasuki dunia rekayasa struktur. berikut ini beberapa pertanyaannya:

        1. Sebetulnya, apa penyebabnya bangunan mengalami bending? apakah karena kecepatan angin yang berbeda pada tiap ketinggian, atau karena adanya vortex shedding yang mengakibatkan turbulence pada sisi lain bangunan?

        2. Ketika bangunan mengalami bending, akan ada sudut yang terbentuk (alpha, dan beta), bagaimana cara menghitung sudut tersebut, bila data yang dimiliki adalah data kecepatan angin.

        3. Apa ada batas maksimum bangunan mengalami bending? dan bagaimana cara menghitungnya?

        Mungkin segitu dulu pak pertanyaan saya, mohon maaf apabila terlalu banyak dan terlalu mendasar. Dan mungkin ada saran literatur yang bisa bapak sarankan untuk saya baca dan pahami. Terima kasih banyak pak 🙂

        Like

        Ryan Rakhmat Setiadi responded:
        04/19/2020 at 4:50 PM

        Hai Aditya, skripsinya sepertinya menarik. Mungkin bending yang dimaksud di sini adalah global overturning moment pada bangunan. Saya coba balas berikut ya :

        1. Semua gaya lateral yang dapat membuat bangunan berdeformasi horizontal dapat menyebabkan overturning moment pada bangunan, misal gaya dorong angin atau gaya inersia bangunan akibat gempa. Kecepatan angin hanya masalah magnitude gaya-nya saja, dan distribusinya kecepatan angin terhadap ketinggian pengaruhnya ke besaran overturning moment-nya nanti. Gaya angin ini ada 2 arah ke bangunan, searah angin yang namanya drag force (gaya dorong), dan tegak lurus arah angin namanya vortex shedding. Dua2 nya dapat menyebabkan overturning moment pada bangunan.

        2. Tidak bisa, harus punya data kekakuan bangunan, massa bangunan, dan bentuk bangunan. Gaya angin coba dihitung dulu dengan SNI pembebanan atau ASCE 7-10 dari data kecepatan angin yang kamu punya. Hati2 karena data kecepatan angin itu perlu diolah lagi juga, apakah mean wind speed, peak wind speed, untuk gust factor berapa detik, dan lain – lain.

        3. Batasnya dari Ultimate dan Serviceability. Dari ultimate artinya overturning moment jangan menyebabkan ada member struktur yang kritis pada stabilitas bangunan yang gagal. Kedua soal servis, jangan sampai overturning moment ini menyebabkan bangunan sway berlebihan, bisa2 facade retak2, orang merasa tidak nyaman, dan lain2.

        Semoga menjawab. Saya rasa ada baiknya jika untuk skripsi ini dikaloborasikan (di-joint) dengan skripsi teknik sipil fokus struktur, karena banyak aspek teknik sipil juga di sini.

        Like

    Aditya Zufar Gunawan said:
    04/20/2020 at 8:02 PM

    Terima kasih banyak pak atas jawabannya, sepertinya saya mulai paham mengenai Windload ini, dan membuat saya semakin tertarik juga untuk belajar rekayasa struktur. Kebetulan teknik sipil di ITB kemarin saya tanya-tanya belum ada yang masuk ke bagian windload, karena di Indonesia katanya jauh lebih besar efek dari seismik itu sendiri pak, jadi sepertinya saya hanya bisa solo saja pak mengerjakannya :).

    Sekali lagi terima kasih pak, mungkin bila ada kesempatan saya akan bertanya lagi, Sehat selalu Pak!

    Like

      Ryan Rakhmat Setiadi responded:
      04/21/2020 at 7:16 PM

      Semangat ngerjain skripsinya ya, kalau ada yang ingin ditanyakan silakan, saya dulu juga ngerjain skripsi sering nanya2 ke blog2 di internet.

      Like

    cjcivilengineer said:
    11/17/2020 at 4:25 PM

    kak ryan, saya ingin bertanya apakah ada referensi yang bagus (dan kalau bisa mungkin applicable) mengenai wind accleration tsb? karena yang saya tangkap, ketika menghitung beban angin hanyalah dalam bentuk F/ A saja yang bergantung pada ketinggian, dan faktor2 lainnya.. atau mungkin dari data tsb sbnrnya kita bisa menarik gaya percepatan akibat gaya angin?, sedangkan hanya beban gempalah yang menggunakan acceleration… terimakasih 😀

    Like

      Ryan Rakhmat Setiadi responded:
      12/06/2020 at 12:17 PM

      Respon bangunan akibat gaya angin itu ada 3, Mean (atau statik), Background, dan Resonance. Hanya yang terakhir yang akibat pergerakan dinamik struktur. Tidak seperti gempa, pada beban angin, gaya dorong lateral bangunan-nya “Real”, disebut wind pressure. Di gempa hal ini tidak ada, gaya dorong lateral di gempa hanya “imajinatif” untuk mempermudah menjelaskan gaya inersia yang terjadi akibat percepatan di lantai tersebut.

      Untuk lebih jelasnya lebih baik belajar dari video2 di youtube yang sudah di sederhanakan, cari yg pembicaranya dari konsultan angin atau prof universitas. Kalau dari text book lebih teoritis dan jelimet kecuali kamu memang bener2 mau belajar.

      Like

Leave a comment